Minggu, 09 Agustus 2015

Alhamdulillah, Akhirnya tablet itu pecah

Generasi gadget! Begitu saya menyebut untuk generasi zaman sekarang ini. Bagaimana tidak?! Rasanya kita tidak bisa hidup jika tanpa ada gadget. Mau tidur, jemari harus "menari-nari" di atas layar gadget terlebih dahulu - ya, semacam ritual sebelum tidur. Do'a sebelum tidur? Ah, itu soal gampang, belakangan juga bisa - kalau tidak lupa, sih. Tengah malam, saat "hajat hidup" ingin dituntaskan, maka hal pertama kali yang dilakukan sebelum menuntaskan "hajat" adalah mencari gadget-nya terlebih dahulu - meskipun cuma sekedar cek & ricek status, ada komentar atau tidak?! Begitu pula saat bangun tidur keesokan harinya, hal pertama yang dicari ya, gadget. Pokoknya gadget, gadget, dan gadget - saking tidak bisanya kita hidup tanpa gadget, kecuali saat cebok saja, begitu istilah yang digunakan oleh Edi Ah Iyubenu, kontributor Mojok.Co (MDC).

Maka, saya pun menyadari ketika anak sulung saya merengek minta dibelikan tablet. Selain bisa buat bermain, tablet juga sekaligus bisa difungsikan sebagai sarana belajar. "Ada banyak aplikasi yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana belajar anak," begitu pembelaan yang disampaikan oleh ibunya. Jujur, jauh sebelum anak saya merengek minta dibelikan tablet, secara pribadi, sebagai orangtua yang baik dan sayang keluarga, saya pun sudah kepikiran untuk membelikan anak saya tablet. Lha, bagaimana tidak? Kawan-kawannya pada bawa tablet semua! Masak anak saya tidak? Apa kata dunia ...?!


Dus, jadilah anak saya generasi gadget seperti generasi zaman sekarang pada umumnya. Kemana-mana selalu tak ketinggalan tablet-nya itu. Bahkan ia minta pula dibelikan tas khusus untuk menenteng tabletnya. Bener-bener anak gaul, meski usia baru menginjak 6 tahun. Duh, betapa bangganya saya sebagai orangtua. Tapi sayang, dibalik kebanggaan saya itu, berbagai persoalan muncul seiring kehadiran tablet itu. Lha, nyaris setiap sore istri saya harus teriak-teriak "duel" dengan anak gaulnya itu. Ya, persoalan apalagi, kalau bukan persoalan tablet. Anak saya jadi ogah-ogahan mandi sore lantaran asyik dengan dunianya - dunia gadget-nya itu. Lebih parah lagi, ngajinya pun ikut keteteran. Nyaris setiap sore selalu terlambat ngaji. Astaghfirullah ....

Tapi untunglah persoalan itu segera selesai. Sungguh, Allah dengan segala kekuasaan-Nya yang meliputi segenap alam semesta ini, memberikan solusi yang tiada pernah saya duga sebelumnya. Benar-benar tak pernah terpikirkan sebelumnya. Apalagi membayangkannya! Sungguh, tak sanggup saya melakukannya. Ceritanya begini, sore itu, saya pulang kerja lebih awal dari biasanya. Anak sulung saya itu tidak ada di rumah - biasa, ia main ke rumah temannya. Entah karena takut atau gimana, saat ia pulang dan mendapati saya sudah ada di rumah - tidak seperti biasanya - ia salting (salah tingkah) sejak memasuki halaman rumah. Ia gantungkan tas tablet itu ke kanan dan ke kiri sambil mesam-mesem memandang saya yang tengah duduk santai di serambi. Gondhal-gandhul mirip ayunan. Ndhilalah, rupanya ia lupa tidak menutup resleting tasnya dan mungkin karena menggerakkan tas juga kekencengen akhirnya terbanglah tablet itu ke udara, berputar-putar sejenak, sempat pula terbang secara akrobatik sebagaimana demo pesawat tempur pada saat HUT TNI di lapangan udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, lantas mendaratlah ia dengan mulus tepat di titik ordinat yang telah ditentukan. Dan .... Braaaaakkk..., maka retaklah LCD tablet itu, persis sesuai dengan skenario yang telah Allah tetapkan. Luar Biasa, skenario yang indah yang sulit dicari tandingannya. Saya pun meyakini, tak akan pernah sanggup melakukan adegan yang demikian dramastis itu - apalagi jika mengingat harga tablet yang cukup mahal untuk ukuran kantong saya itu. Sungguh, ketetapan Allah memang luar biasa adanya.

Sejujurnya, pada saat itu saya sempat shock dengan peristiwa yang terjadi, apalagi anak saya. Namun, lantaran peristiwa itulah kini kehidupan anak saya normal kembali. Ngajinya, lancar lagi dan sangat jarang saya dapati istri saya "duel" dengan anak sulungnya itu. Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas segala pemberian-Mu itu. 

Kini, dengan bangga saya sering berucap pada anak sulung saya itu, "Sudahlah, Nak, tak jadi generasi gadget pun tak apa. Jadilah generasi rabbani, Bapak, meridhaimu ...."

@kangwiguk



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar dengan bahasa yang santun, mari kita biasakan diri untuk melakukan perubahan yang positif di sekitar kita.